Table of Contents
Pada saat Anda kecil, pertanyaan tentang cita-cita mungkin biasa Anda dengar. Presiden, dokter, polisi, hingga astronot menjadi jawaban yang biasa dilontarkan anak-anak ketika diberi pertanyaan tersebut. Nah, membahas tentang astronot, bertepatan dengan peringatan Hari Kartini, ada sosok wanita astronot pertama asal Indonesia yang kala itu menjadi inspirasi banyak orang untuk menekuni bidang yang sama. Meski saat itu kariernya dihadapkan dengan berbagai tantangan, semangatnya berjuang dalam menekuni bidangnya menjadi pelajaran berharga bagi wanita masa kini. Menengok kembali sejarah, yuk, simak sepenggal kisah tentang Pratiwi Sudarmono yang menjadi wanita astronot pertama di Asia Pasifik!
Bermula dari Mikrobiologi
Sumber Foto
Perjalanan Prof Pratiwi Pujilestari Sudarmono menjadi astronot bersama NASA justru diawali dari bidang Mikrobiologi. Bermula dari rencana peluncuran satelit Palapa B3 yang akan dilakukan oleh NASA, pemerintah Amerika mengundang Indonesia untuk mengikutsertakan anak bangsa dalam pesawat luar angkasa yang akan membawa satelit tersebut. Pemerintah Indonesia kala itu membuka proyek Indonesian Space Experiment, dimana menarik minat 207 peneliti dari 50 Universitas di Indonesia untuk mengikuti program ini. Hasilnya, program penelitian dari Profesor kelahiran Bandung 31 Juli 1952, yang bertujuan meneliti pengaruh bakteri pada kehidupan manusia di pesawat luar angkasa menjadi rencana penelitian yang dianggap paling mungkin untuk dilaksanakan bersama misi ini. November 1985, Profesor Pratiwi Sudarmono secara resmi bergabung dengan NASA sebagai astronot Wanita Pertama dari Asia bersama dengan rekannya Taufik Akbar.
Selanjutnya, tidak hanya berkutat dengan rencana penelitian, Profesor Pratiwi Sudarmono berangkat ke Amerika meninggalkan Suami dan putranya yang saat itu baru berusia 10 tahun. Pemusatan latihan yang ketat dan jadwal yang padat. Tantangan terberat dalam pelatihan ini adalah membiasakan diri terhadap kondisi Gravitasi 0, sebab kondisi gravitasi ini sangat memengaruhi metabolisme tubuh yang sudah terbiasa dengan Gravitasi 1.
Tragedi Challenger
Sumber Foto
Pratiwi Sudarmono dan Taufik Akbar telah dinyatakan siap untuk mengikuti misi NASA dan direncanakan untuk terbang pada pertengahan tahun 1986 dengan Pesawat Ulang-alik Columbia dengan kode misi STS-61 H. Misi utama pesawat luar angkasa ini adalah untuk meluncurkan 3 satelit kecil yakni Skynet 4A, Palapa B3, dan Westar 6S, dimana nantinya Pratiwi menjadi payload specialist yang bertanggungjawab dalam pengoperasian satelit Palapa B3.
28 Januari 1986 menjadi hari dimana segala rencana tersebut berubah. Pemicunya adalah tragedi yang menimpa pesawat Challenger yang diluncurkan pada hari tersebut dengan kode misi STS-51-L. Pesawat yang meledak 73 detik setelah meluncur akibat kebocoran gas tersebut membuat NASA membatalkan beberapa rencana penerbangan di tahun tersebut, termasuk misi STS-61-H yang membawa Pratiwi. Selepas musibah tersebut, Pratiwi yang masih terpukul atas meninggalnya 7 orang astronot Challenger yang juga para sahabatnya di pusat latihan ini masih terus melanjutkan pemusatan latihan bersama NASA bahkan hingga tahun 1997 yang lebih berfokus pada penelitian.
Satelit Palapa D3 pada akhirnya diluncurkan dengan Roket Delta yang tidak menyertakan Astronot Indonesia dalam misi tersebut. Tahun 1997 menjadi tahun terakhir Pratiwi Sudarmono mengikuti pemusatan bersama NASA. Titik awal krisis Moneter menjadi pemicu yang membuatnya harus kembali ke Indonesia.
Tak pernah berhenti berjuang dan menginspirasi
Di sisi lain, sosok Pratiwi Sudarmono yang saat ini masih aktif di dunia penelitian ini menjadi sosok inspiratif bagi kaum wanita di Indonesia dan diangkat menjadi Guru Besar . Fotonya menggunakan pakaian luar angkasa yang dimuat pada halaman depan salah satu koran nasional tahun 1987 menjadi idola bagi anak-anak muda di zaman itu untuk memiliki cita-cita menjadi seorang astronot.
Sumber Foto
Kisah perjalanan hidupnya yang menginspirasi membuat sebuah film berjudul "Iqro: My Universe" didedikasikan untuk menghargai perjuangannya. Film yang bertabur bintang kenamaan seperti Cok Simbara, Maudy Koesnaedi, Astrie Ivo, hingga Meriam Bellina ini menghisahkan tentang perjalanan hidup seorang gadis yang bercita-cita menjadi seorang astronot. Meski harus melalui perjalanan dan perjuangan yang tidak mudah, Pratiwi Sudarmono yang hadir dalam konferensi pers film tersebut juga berharap agar para wanita Indonesia tak gampang menyerah dan terus berjuang mewujudkan mimpi. Yuk, contoh semangat dari sang astronot wanita pertama asal Indonesia ini!
[Sumber Foto Cover]
